Sejarah pasukan ini berawal dari munculnya tehnik tempur dan struktur organisasi infanteri modern yang dikenal dengan nama “IFGABA” (Infanteri Gaya Baru) di tubuh TNI AD yang pada saat itu berpatokan pada pelatihan dan struktur organisasi US ARMY RANGER. RANGER dikenal sebagai pasukan pemukul utama US ARMY yang bisa dioperasikan lewat darat, laut dan udara juga peperangan konvensional. Semua itu didapat dari pelatihan dan warisan senior Ranger yang dikenal loyal pada atasan tapi juga bermental baja, disiplin tinggi dan lethal. Jiwa persaudaraan para ranger yang bermarkas di Fort Benning, Georgia ini tak kalah dengan para marinir di USMC walaupun dari segi jumlah personel, Ranger hanyalah sebuah resimen infanteri ke 75 yang anggotanya tak lebih dari 3000 personel.
Awal mulanya materi pendidikan Raider hanya diperuntukkan kepada Batalyon Linud KOSTRAD. Gabungan kualifikasi Raider dan Para menghasilkan jenis keahlian tempur baru yaitu RAIDER PARA. Ini sangat cocok dengan karakteristik prajurit dan satuan KOSTRAD yang dikenal cepat, keras dan lethal dalam setap pertempuran. Tapi nyatanya pendidikan Raider diujicobakan pertama kali justru kepada personel Yonif 401. Hasilnya sangat menakjubkan! Dalam setiap operasi menunjukkan peningkatan yang sangat berarti bagi daya gempur pasukan. Maka setelah melalui beberapa inovasi dan perbaikan, pendidikan Raider mulai diadopsi oleh KOSTRAD untuk pasukan Linudnya. Karena dinilai cukup membantu dalam taktik tempur dan hasil pertempuran maka akhirnya kualifikasi RAIDER mulai disebarkan kepada satuan Infanteri non linud maupun Bantuan tempur non KOSTRAD pada tahun 1967 s/d 1970 an. Raider adalah kualifikasi pasukan bersifat khusus yang menekankan kepada kemampuan memukul cepat musuh dengan senjata minimal, perang berlarut di hutan, Perang Jarak Dekat, Operasi Raid Rala Suntai (Rawa, Laut, Sungai dan Pantai) dan pengintaian. Pasukan digerakkan dalam regu yang berjumlah 10 orang. Komposisinya mirip 1 regu Infanteri reguler hanya saja ditambah dengan ahli raid / demolisi.
Pada tahun 1950 s/d 1970 an kebanyakan prajurit AD yang ditempatkan di korps Infanteri tidak menempuh ilmu kecabangan Infanteri secara 1 atap di Depo Latihan Pertempuran milik Rindam atau Pusdik Infanteri AD. Kecuali para perwira lulusan AKMIL. Setelah pendidikan dasar, para prajurit baru yang dicabangkan ke korps Infanteri langsung dimasukkan ke batalyon. Di sanalah mereka dididik lagi (tahap II) sehingga mantap menjadi prajurit infanteri. Itupun tidak ada kurikulum terpadu dan selalu berbau karakteristik dan tradisi batalyon yang berbeda antara 1 dengan lainnya. Maka dari itu setiap latgab bersama satuan sejenis lainnya kadangkala terdapat ketidaksamaan persepsi antar pasukan. Berdasarkan kondisi tersebut akhirnya mereka langsung saja menempuh kualifikasi Raider tanpa menempuh latihan kecabangan tahap II (kecabangan Infanteri) secara resmi. Yang ada saat itu adalah latihan Pre – Raider selama 3 bulan di batalyon dan dilatih oleh pelatih intern batalyon yang telah berkualifikasi Raider sebelumnya.
Dari sinilah muncul suatu fakta bahwa sesungguhnya semua perlengkapan termasuk seragam, baret dan brevet seorang prajurit Infanteri TNI AD modern sekarang adalah kelengkapan dan seragam pasukan RAIDER di masa lalu. Brevet Yudha Wastu Pramuka, baret hijau berlogo senapan silang lambang korps Infanteri adalah perlengkapan seragam seorang Raider di masa lalu. Pada waktu itu seragam PDL pasukan batalyon Raider adalah Loreng Macan Tutul. KOSTRAD dan prajurit Infanteri non Raider tidak menggunakan seragam ini karena KOSTRAD telah mempunyai PDL sus tersendiri sedangkan Infanteri reguler yang bernaung di bawah KODAM masih memakai PDL TNI hijau polos tanpa kamuflase. Baru pada tahun 1970 PDL “IFGABA” benar - benar ada dan dipakai satuan tempur AD. PDL “IFGABA” kemudian digantikan oleh doreng Malvinas Inggris yang berlaku untuk semua angkatan sampai sekarang.
Pada tahun akhir tahun 70 an s/d 80 an Batalyon berkualifikasi RAIDER dihapus beserta brevet dan Badge “Yudha Muka” nya. Kualifikasi Yudha Muka yang kemudian menjadi Yudha Wastu Pramuka diberikan kepada pasukan Infanteri reguler dalam bentuk Badge di lengan sebelah kanan PDH / PDL. Entah apa pertimbangan saat itu. Namun ada beberapa batalyon yang seakan “tidak rela” dengan tetap memasang embel – embel RAIDER pada nama batalyonnya misalnya : KUJANG RAIDER dan BANTENG RAIDER. Hal ini karena batalyon – batalyon tersebut adalah batalyon pasukan elit yang tidak rela kebesaran RAIDER pupus begitu saja. Harus diakui dari Yonif Linud 328 dan Yonif 401 lah nama RAIDER dikenal di kalangan TNI maupun militer luar negeri. Masih ada beberapa batalyon infanteri lain eks. RAIDER yang juga tetap memasang nama RAIDER di belakang nama batalyonnya baik yang ada di Jawa maupun luar Jawa. Padahal nama Yonif Linud 328 sebenarnya adalah “Dirgahayu”
Baru pada tahun 1980, TNI AD benar – benar memutuskan untuk memusatkan pendidikan serta latihan kecabangan Infanteri di PUSDIK INFANTERI Cipatat (Untuk Pa, Ba dan Ta untuk wilayah KODAM III dll) dan Dodiklatpur Rindam di masing – masing KODAM (Untuk Ba dan Ta). Disanalah mulai muncul kerancuan istilah kualifikasi RAIDER dan YUDHA WASTU PRAMUKA pada prajurit Infanteri. Awalnya para pelatih salah kaprah menafsirkan bahwa kurikulum pendidikan Infanteri yang sekarang dulunya adalah materi pelajaran RAIDER. Padahal sebenarnya adalah sangat berbeda. Hal ini dipahami secara keliru karena nama materi memang mirip sekali tanpa dipahami dengan konsep penyajian materi sangatlah berbeda antara pasukan khusus dan pasukan reguler. Dari salah kaprah itulah yang menyebabkan ketidak samaan penggunaan badge di PDH/PDL lengan sebelah kanan diantara prajurit Infanteri (Saat itu tidak ada Brevet Infanteri - Brevet Infanteri baru digunakan lagi sejak tahun 1996). Ada yang memakai Badge YUDHA WASTU PRAMUKA namun ada pula yang pakai RAIDER. Terutama pasukan linud KOSTRAD yang batalyonnya dulu adalah batalyon RAIDER. Mereka enggan memakai badge YUDHA WASTU PRAMUKA karena terlalu “umum”. Memang, satuan boleh bubar tapi keahlian dan kualifikasi RAIDER terus dipelajari di batalyon eks. RAIDER walau tidak secara resmi. Dengan begitu mereka merasa berhak atas badge RAIDER. Padahal jelas RAIDER adalah pendidikan utama tingkat III sedang kualifikasi Yudha Wastu Pramuka adalah pendidikan tahap II. Muncul pula Badge kualifikasi bertingkat yang diatas bertuliskan Yudha Wastu Pramuka dan dibawahnya adalah kualifikasi RAIDER. Padahal badge kualifikasi pendidikan tahap II secara aturan tidak boleh dipasang bersama badge dikma tahap III. Kecuali ybs menyandang 2 kualifikasi dikma tahap III yaitu Komando dan Raider.
Kita lihat Yonif Linud 328 / Kujang Raider KOSTRAD yang walaupun sampai sekarang bukan lagi batalyon RAIDER resmi tapi komando batalyon tetap saja melestarikan tradisi dan kualifikasi “old RAIDER” bagi para prajuritnya. Tapi justru dengan kemampuan itulah Yonif Linud 328 KOSTRAD adalah nama batalyon infanteri lintas udara paling terkenal di lingkup TNI. Disamping mereka dikenal selalu bertempur dengan cepat dan efektif , batalyon inilah yang banyak melahirkan nama – nama besar di jajaran TNI AD. Mereka pulalah penyuplai terbesar calon anggota Kopassus yang diambil dari Batalyon untuk ditempatkan pada unit PARAKO atau tim khusus. Kenapa? Karena ditinjau dari berbagai aspek, prajurit 328 telah handal dalam materi ke linud-an (terjun payung, pathfinder, free fall dan jump master) dan fisik serta pengetahuan militer mereka luas karena mewarisi kualifikasi RAIDER dari Mbah-nya. Kopassus cukup menambahkan kualifikasi KOMANDO yang dengan waktu relatif singkat bisa dipelajari oleh prajurit yang telah memiliki kualifikasi RAIDER. Di jajaran KOSTRAD terdapat nama Yonif Linud 501 KOSTRAD Madiun (sekarang adalah salah satu elemen Brigif Linud 2 Trisula Malang) yang dulu juga pernah menyandang nama besar Raider. Sampai detik ini TNI AD “mengelompokkan” satuan-satuan “Old Raider” ini sebagai PPRC (Pasukan Pemukul Reaksi Cepat) TNI berkualifikasi airborne ditambah kemampuan pengendali tempur dan pertahanan pangkalan seperti yang dimiliki prajurit KORPASKHAS.
Parade Batalyon Raider
Batalyon Raider adalah satu batalyon pasukan elit infanteri Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sepuluh batalyon raider yang diresmikan pada 22 Desember 2003 itu, dibentuk dengan membekukan 8 yonif pemukul Kodam dan 2 yonif Kostrad. Sebagai kekuatan penindak, kekuatan satu
batalyon raider (yonif/raider) setara tiga kali lipat kekuatan satu batalyon infanteri (yonif) biasa di TNI.
Setiap batalyon raider terdiri atas 747 personel. Mereka memperoleh pendidikan dan latihan khusus selama enam bulan untuk perang modern, anti-gerilya, dan perang berlarut. Tiap-tiap batalyon ini dilatih untuk memiliki kemampuan tempur tiga kali lipat batalyon infanteri biasa. Mereka dilatih untuk melakukan penyergapan dan mobil udara, seperti terjun dari helikopter.
50 orang personel diantara 747 orang personel dalam satu batalyon Raiders memiliki kemampuan anti teror dan keahlian-keahlian khusus lainnya. Keahlian tersebut mereka dapatkan setelah mengikuti pendidikan yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Grup 3 KOPASSUS) yang bertempat di Batujajar, Jawa Barat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan pasukan raiders.
Kualifikasi personel
Raider adalah kualifikasi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dilatih untuk menguasai 3 kemampuan. Kemampuan tersebut adalah:
- Kemampuan sebagai pasukan anti-teroris untuk pertempuran jarak dekat.
- Kemampuan sebagai pasukan lawan gerilya dengan mobilitas tinggi.
- Kemampuan untuk melakukan pertempuran-pertempuran berlanjut (panjang).
Lambang Satuan
Lambang Batalyon Raider
- Sangkur terhunus bermata dua : melambangkan bahwa prajurit Raider memiliki ketajaman dalam berfikir dan berolah yudha. Sehingga prajurit Raider selalu siap mengemban tugas sebagai pasukan terdepan.
- Lintasan Kilat atau Petir : Melambangkan bahwa prajurir Raider adalah prajurit yang mampu bergerak dan bertindak dengan cepat dan senyap di segala bentuk medan dalam pertempuran.
- Warna Merah Putih : melukiskan bahwa jiwa nasionalisme dimiliki oleh setiap prajurit Raider yang mengedepankan kepentingan tugas dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia .
Batalyon Raider di Indonesia
Batalyon Raider
No | Nama lama | Nama baru |
1 | Yonif Linud 100/Prajurit Setia | Yonif 100/Raider |
2 | Yonif 145/Bhakti Nagara Laga Utama | Yonif 200/Raider |
3 | Yonif 327/Brajawijaya | Yonif 300/Raider |
4 | Yonif 401/Banteng Raider | Yonif 400/Raider |
5 | Yonif 507/Sikatan | Yonif 500/Raider |
6 | Yonif Linud 612/Modang | Yonif 600/Raider |
7 | Yonif Linud 700/Wira Yudha Sakti | Yonif 700/Raider |
8 | Yonif 741/ Satya Bhakti | Yonif 900/Raider |
9 | Yonif 323/ Buaya Putih | Yonif 323/Raider |
10 | Yonif 412/Bharata Eka Sakti | Yonif 412/Raider |
11 | Yonif 514/Sabadda Yudha | Yonif 514/Raider |
12 | Yonif 733/Masariku | Yonif 733/Raider |
dikutip dari berbagai sumber
Luarbiasa... Selain Kopasus masih ada lagi pasukan khusus milik Merah Putih =D (y) (y) Rider Indonesia inilah nanti yg akan menjaga perbatasan Kalimantan dgn Serawak. Supaya ratusan patok2 itu tidak berpindah.. demi keamanan NKRI. Semoga TNI slalu dilindugi Allah SWT amin.. Maju terus TNI Hidup...
BalasHapusMau nanya gan.. klu wing dasrit pemakaiannya utk prajurit apa aja...????
BalasHapushebatlah buat TNI-AD, punya kesatuan handal seperti Raider, Kostrad, Kopassus, dlsbgnya, pelindung Bangsa Indonesia & benteng NKRI, Kartika Eka Paksi, maju & jayalah TNI-AD❤👍🖒💪
BalasHapus